Beranda | Artikel
Jika Pada Hari Syak Ternyata Sudah Masuk Ramadhan
Minggu, 5 Juni 2016

Hari “syak” adalah sehari sebelum perkiraan masuk Ramadhan, umumnya pada tanggal 30 Sya’ban. kita dilarang berpuasa pada hari ini, sahabat Amar bin Yasir berkata,

مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Siapa yang puasa pada hari syak maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qosim (Nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Bukhari secara Muallaq, 3/27).

Disebut “syak” (ragu-ragu) karena memang bisa jadi hari itu sudah masuk Ramadhan atau belum masuk Ramadhan. Berikut rincian pada hari “syak”. Misalnya ada seseorang tidak berpuasa di hari “syak”, ternyata baru dapat berita siang harinya (dia tidak berpuasa pada hari itu), ternyata hari itu sudah masuk Bulan Ramadhan, sedangkan dia tidak berpuasa.

Berikut pembahasannya dalam Shahih Fiqhus Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim mengatakan:

إذا تبيَّن في يوم الشك أنه من رمضان كأن يكون الذي رأى الهلال لم يحضر عند القاضي إلا في أثناء النهار، أو أن يروا الهلال من النهار –قبل الزوال- ونحو ذلك، فلا يخلو من أحد أربعة:

Jika sudah jelas pada hari “syak” sudah masuk bulan Ramadhan. Misalnya ada yang melihat hilal dan baru menyampaikannya kepada qhadi (pemerintah) pada siang harinya atau melihat hilal pada siang hari sebelum matahari tegelincir atau sejenisnya. Maka tidak terlepas dari 4 keadaan:

1- أن يكون قد صام يوم الشك بنية أنه من رمضان –كما هو مذهب الحنابلة- فهذا يجزئه صيامه بلا خلاف.

2- أن يكون قد صام هذا اليوم تطوعًا أو بنية معلقة، فذهب الجمهور إلى أنه لا يجزئه لأنه يجب تعيين النية واعتقاد أنه يصوم رمضان

وقال أبو حنيفة: يجزئه –بناء على أصله في عدم اشتراط النية في رمضان- والإجزاء رواية عن أحمد وهو اختيار شيخ الإسلا، قلت: والأول أظهر من جهة الدليل.

3- أن يصبح ناويًا الإفطار ثم يتيقن أثناء النهار –وقبل أن يطعم أو يشرب شيئًا- أنه رمضان، فقال الشافعي: يتم صومه وعليه الإعادة لأنه لم يبيت النية، وقال أبو حنيفة يجزئه.

4- أن يصبح مفطرًا ثم يتيقن أثناء النهار أنه من رمضان بعد ما طعم وشرب، فيجب عليك الإمساك بقية يومه بلا خلاف، لحديث سلمة بن الأكوع قال: «أمر النبي صلى الله عليه وسلم رجلاً من أسلم أن أذن في الناس: أن من أكل فليصم بقية يومه، ومن لم يكن أكل فليصم، فإنه اليوم يوم عاشوراء» وقد كان واجبًا حينها، ثم عليه قضاء هذا اليوم لأنه لم يبيِّت النية من الليل، وهذا مذهب الشافعية والحنابلة وذهب شيخ الإسلام ابن تيمي إلى أنه لا يلزمه –والحالة هذه- أن يقضيه، لأن القضاء يفتقر إلى دليل –لا سيما مع عدم التفريط- وأجاب عن عدم النية بأن النية تتبع العلم، وأن الله تعالى لا يكلف أحدًا أن ينوي ما لم يعلم، والعلم لم يحصل إلا أثناء النهار وهو مذهب وجيه، لكن الأحوط قضاؤه، والله أعلم.

  1. Bisa jadi ia puasa pada hari “syakk” (ia puasa pada siang hari itu) dan ternyata sudah masuk Ramadhan maka puasanya sah tanpa khilaf sebagaimana mazhab Hambali
  2. Ia puasa sunnah pada hari itu (hari syakk) atau puasa dengan niat “muallaq” (belum jelas dan ditentukan). Maka Jumhur berpendapat bahwa puasanya tidak sah saat itu karena ia wajib menentukan niat dan berkeyakinan bahwa hari itu sudah masuk bulan Ramadhan. (Al-Majmu’ 6/270).
    Abu Hanifah berkata, “Puasanya sah, berdasarkan pendapat hukum asalnya tidak ada syarat niat memasuki bulan Ramadhan.”. sebagaimana pendapat Ahmad dan yang dipilih oleh Syaikhu Islam Ibnu Taimiyyah (Al-Mabsuth 6/30)
    Penulis (Abu Malik Kamal bin As-Sayyid hafidzahullah ) berkata, “Pendapat pertama lebih kuat dari sisi dalil (yaitu tidak sah)”
  3. Hari itu ia berniat tidak puasa kemudian ia yakin bahwa hari ini sudah masuk Ramadhan akan tetapi ia belum makan dan minum. Maka Imam Asy-Syafi’i berpendapat, “hendaknya ia menyempurnakan (melanjutkan) puasanya dan ia wajib mengulang (qhada) karena ia belum berniat.”. sedangkan Abu Hanifah berpendapat puasanya sah pada hari itu
  4. Pada hari itu ia tidak berpuasa, kemudian ia yakin sudah masuk Ramadhan di siang harinya sedangkan ia sudah makan dan minum, maka wajib baginya menahan diri (dari pembatal puasa) di sisa hari itu (sampai berbuka). Pendapat ini tidak ada khilaf.
    Sebagaimana Hadits Salamah bin Akwa’,
    “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada seseorang agar mengumumkan kepada manusia: bagi yang sudah makan hendaknya berpuasa disisa hari dan bagi yang belum makan dan minum hendaknya berpuasa. Karena hari ini adalah hari ‘Asyura’ (saat itu hukumnya masih Wajib). (HR. Bukhari no. 2007).Ini adalah kewajiban baginya dan wajib mengqhada puasa pada hari itu karena tidak berniat pada malam harinya. Ini adalah mazhab Syafi’i dan Hanabilah (Al-Umm 2/95, Al-Kaafi 1/350).

    Sedangkan pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (Majmu’ Fatawa 25/110) yang mewajibkan ia puasa pada hari itu dan tidak wajib mengqhadanya, karena dalil Syafi’iyyah dan Hanabilah yang mewajibkan qhada butuh dalil, lebih-lebih tanpa adanya kelalaian (karena memang tidak tahu sudah masuk Ramadhan).

    Dijawab (pendapat mereka) bahwa ini butuh niat dengan bahwa niat itu mengikuti ilmu. Allah tidak membebankan seseorang ia harus berniat apa yang ia tidak ketahui. Ilmu/berita tidaklah ada kecuali pada siang harinya. Inilah pendapat yang lebih tepat. Akan tetapi untuk lebih hati-hati sebaiknya mengqhada. Wallahu a’lam

***

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel Muslim.or.id

🔍 Hadits Dahsyatnya Sedekah Di Bulan Ramadhan, Kata Kata Permohonan Kepada Allah, Hadits Keutamaan Sholawat, Amalan Pahala Besar, Menuduh Tanpa Bukti


Artikel asli: https://muslim.or.id/28192-jika-pada-hari-syak-ternyata-sudah-masuk-ramadhan.html